Potensilampung, Tubaba (SMSI) – Warga Tiyuh Karta, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Barat ( Tubaba) mengeluhkan minimnya tanggung jawab sosial perusahaan PT. Berjaya Tapioka Indonesia (BTI) yang berdomisili di wilayahnya.
Pasalnya, walaupun perusahaan PT BTI yang berdiri di wilayahnya tak membuat perekonomian warga meningkat.
Padahal, pemerintah sudah jelas membuat regulasi terkait tanggung jawab social yang dikenal dengan corporate social responsbility (CSR).
Seperti dikeluhkan Ely (50) warga Tiyuh Karta, TulangBawang Udik (TBU), Tubaba berdomisili pas samping perusahaan PT. BTI mengatakan bahwa tidak pernah merasa menerima apapun, atau ada yang diberikan pihak perusahaan.
“Selama kami bertetangga dengan PT. BTI ini, tidak pernah ada uluran tangan dari perusahaan, tiap lebaran pun juga, tidak ada,”jelas Ely.
Hal senada dikatakan Dam (35) warga yang tinggal depan pabrik menjelaskan, bahwa tidak pernah sama sekali dibantu dari pihak PT. BTI.
“Jangankan bantuan untuk lebaran, minta menyalurkan kabel untuk lampu rumah 1,2 bohlam dari perusahaan itu saja tidak boleh, alasan karna kabelnya nyeberang jalan,”bebernya.
Sementara, salah satu
buruh pekerja kontrak dan pekerja Harian Lepas (HL) di PT, BTI mengungkapkan, untuk jumlah keseluruhan tenaga kerja perusahaan itu sekitar 60 orang pekerja, 12 berstatus (kontrak), 3 karyawan tetap (KT) dan 45 pekerja harian lepas (HL).
“Kami sebanyak 23 orang sebagai pekerja mengeluh karena hingga kini belum ada kejelasan status dari perusahaan PT. BTI, terkait Perjanjian Kerja Harian Lepas (PKHL) atau (Kontrak) sudah sekian tahun bekerja kita belum diangkat menjadi karyawan, dengan terpaksa bertahan karena kami tidak ada batu loncatan tempat bekerja lain,”ungkapnya.
Padahal diketahui Perjanjian Kerja Harian Lepas (PKHL), kata dia, tentu diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada pasal 10-12. Yang mana dalam perjanjian tersebut haruslah memuat beberapa syarat, sebagai berikut;
“PKHL dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah di dasarkan pada kehadiran,” ucapnya.
Dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan, katanya, dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWT) (karyawan tetap).
“Apabila merujuk pada UU BPJS, pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa, katanya, Pemberi Kerja (PK) secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sesuai dengan program Jaminan Sosial (JS) yang diikuti,” katanya.
Ia menegaskan, pemberi kerja apabila tidak melaksanakan ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi, administratif, sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat (2) UU tersebut berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.
“Peraturan yang mengatur tentang hal ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja.”tandasnya. (/*)
Tinggalkan Balasan